Posted by admin
Akhir akhir ini kita disuguhi berbagai berita tentang kasus perundungan (Bullying) yang membuat hati miris. Korban mengalami trauma psikologis yang berat dan pelaku mendapatkan sanksi hukum yang berat. Baik korban dan pelaku dapat memiliki masalah psikologis yang perlu diberikan penanganan yang komprehensif. Bullying juga dapat menjadi prediktor munculnya gangguan jiwa di masa depan.
Perundungan (Bullying) adalah salah satu bentuk perilaku kekerasan yang dengan disengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok yang merasa tidak berdaya. ‘Bullying’ bisa dilakukan dalam bentuk verbal, fisik, relasi dan cyber. Saat ini, banyak anak dan remaja yang menjadi korban Bullying baik secara langsung di sekolah, tempat les, lingkungan maupun melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, Tiktok, Instagram, games online, role play, dll. Penelitian menunjukkan bahwa anak dan remaja yang menjadi korban Bullying sangat rentan terhadap masalah yang serius pada kesehatan jiwa, fisik dan akademiknya.
Jenis-Jenis Bullying
1. Fisik
Contohnya: memukul, mendorong, menendang, menjambak, mencubit, melukai, dll.
2. Verbal
Contohnya: mengancam, memanggil dengan kata yang tidak baik atau kasar, berkomentar yang merendahkan, meledek, menjelek jelekkan, dll.
3. Sosial
Contohnya: Menjauhi, memberitahu teman untuk tidak berteman dengannya, tidak diajak bergabung dalam kelompok, menceritakan hal yang buruk, rumor, gosip, dll.
4. Cyber
Contohnya: mengolok di media sosial, kata kata kasar, menyindir, dll.
Akibat dari Bullying
Cook dkk pada tahun 2010 melaporkan bahwa korban ‘Bullying’ lebih sering mengalami gejala depresi, menyakiti diri sendiri, pikiran untuk bunuh diri, dan pencapaian akademik yang rendah. Sedang mereka yang melakukan ‘Bullying’ juga tidak lepas dari sikap dan perilaku yang kurang baik seperti: perilaku menentang, sering bolos sekolah, merokok dan memakai narkoba serta perilaku kekerasan lainnya. Mereka yang menjadi korban dan pelaku Bullying juga sering mengalami sakit kepala, sakit punggung, sakit perut, masalah tidur, nafsu makan menurun dan sering mengompol (Gini & Pozzoli, 2009).
“Bullying” juga merupakan prediktor munculnya gangguan jiwa yang berat lainnya seperti ansietas, depresi dan psikotik. Masa depan generasi penerus menjadi terganggu dengan adanya Bullying ini sehingga perlu ada usaha yang taktis dan sistematis untuk melakukan pencegahan dan penanganannya.
Orang tua, komunitas, sekolah, dan profesional di bidang kesehatan jiwa berperan penting dalam melakukan pencegahan dan penanganan masalah ‘Bullying’ ini. Komunikasi yang baik dan pola asuh yang tepat yang dilakukan orang tua akan membuat anak dengan leluasa dan nyaman untuk bercerita mengenai hal yang dialaminya sehingga anak tetap bisa tenang menghadapi masalah tersebut.
Banyak anak yang tidak melaporkan bahwa mereka adalah korban perilaku ‘Bullying’. Sekolah perlu menerapkan aturan yang tegas untuk mencegah masalah ‘Bullying’ ini dengan menerapkan manajemen yang baik terhadap anak yang bertendensi melakukan perilaku agresif. Keluarga dan sekolah perlu melakukan pelatihan dan pendidikan keterampilan hidup (life skills) supaya anak dan remaja memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah kehidupa mereka terutama dari teman sebayanya.
Setiap anak yang menjadi korban dan pelaku ‘Bullying’ perlu ditangani secara profesional supaya perilaku dan dampak yang ditimbulkan tidak menimbulkan masalah psikologis lanjut di kemudian hari.
Gejala-Gejala Psikologis Bullying
Saat seseorang melakukan Bullying, baik secara fisik, verbal, sosial, ataupun cyber maka dia telah menyakiti perasaan orang lain.
Berbagai perasaan yang tidak nyaman yang bisa terjadi pada mereka yang di bully, di antaranya:
- Sedih
- Takut
- Marah
- Khawatir
- Bingung
- Malu
- Sendirian
- Lelah
- Kacau
- Gugup
- Tidak berani keluar rumah
- Tidak aman
- Dll
Apabila tidak diberikan penanganan dan pendampingan yang baik maka dapat terjadi gangguan kejiwaan dan dampak negatif lainnya yaitu:
- Depresi
- Ansietas
- Psikotik
- PTSD (post traumatic stress disorder)
- Self harm (menyakiti diri sendiri)
- Suicide (bunuh diri)
Semua perubahan sikap, perilaku dan perasaan tersebut dapat mengganggu aktivitas atau kegiatan sehari hari. Mari mengenali teman teman atau orang orang di sekitar kita yang mengalami perasaan tersebut akibat di bully. Mari menjadi temannya dan menolongnya karena perasaan tersebut sungguh tidak enak dan mereka butuh teman yang menenangkan.
Semua jenis Bullying tersebut bertujuan untuk menyakiti seseorang.
Berhentilah melakukan Bullying karena tidak ada seorang pun yang mau tersakiti.
Mari lawan Bullying!
Penyebab Seseorang Melakukan Bullying
Hampir semua pernah mengalami Bullying dalam kehidupannya sebelum usia 20 tahun. Akibat yang ditimbulkan sering kali cukup sulit untuk ditangani, baik fisik maupun mental. Perbedaan yang dimiliki oleh seseorang seringkali dijadikan alasan untuk melakukan Bullying, dianggap aneh, memiliki kekurangan, kelemahan, dll. Hal ini dipakai oleh pelaku Bullying untuk mengambil kontrol atas diri kita, menciptakan ketidakamanan (insecurity) dengan tujuan menyakiti kita secara fisik dan emosi. Sebagai korban Bullying kita mulai menginternalisasikan hal tersebut dan mulai menyalahkan diri sendiri dengan keunikan yang kita miliki.
Tapi tahukah kita bahwa sebenarnya Perilaku Bullying itu lebih disebabkan karena ada Masalah Psikologis pada pelaku Bullying itu sendiri.
Beberapa penelitian menunjukkan, mereka yang melakukan Bullying mengalami hal hal berikut ini:
1. Stres dan Trauma
Pelaku Bullying mengalami stres dan trauma dalam kehidupan mereka, seperti: kehilangan orang yang mereka kasihi, perceraian orang tua, pengalaman hidup yang tidak baik, kekecewaan, dll. Beberapa orang bisa memberikan respon yang positif atas stres dan trauma yang dialaminya, tetapi mereka yang lain melakukan tindakan agresif seperti Bullying sebagai respon mereka menghadapi itu.
2. Perilaku Kekerasan di Sekitar
Perilaku kekerasan baik secara verbal atau fisik mudah ditiru oleh seorang anak yang kemudian menjadi karakter dan kepribadiannya di kemudian hari. Seringnya menyaksikan kekerasan di rumah, lingkungan, film, sinetron, games, dll dapat memicu munculnya perilaku kekerasan seperti Bullying ini.
3. Harga Diri Rendah (low self esteem)
Untuk menutupi kekurangan yang dimilikinya maka pelaku Bullying melakukan tindakan agresif yang seolah olah menunjukkan bahwa mereka lebih hebat, lebih kuat dan lebih popular. Padahal mereka sebenarnya sedang menutupi atau menghindari perhatian orang lain terhadap kelemahan yang mereka miliki. Harga diri yang rendah memicu munculnya perilaku Bullying.
4. Pernah Menjadi Korban Bullying
Menjadi korban Bullying pada masa lalu memicu mereka menjadi pelaku Bullying saat ini karena dendam yang dirasakan dan melampiaskannya pada orang lain. Ada juga pikiran bahwa dengan melakukan Bullying maka mereka akan terhindar menjadi korban Bullying yang sebenarnya dirasakan sangat menyakitkan.
5. Kehidupan di Rumah yang Sulit
Para pelaku Bullying mengalami kehidupan di rumah yang sulit seperti kesibukan orang tua, kurang kasih sayang, kurang memiliki waktu bersama, perasaan tertolak dan diabaikan. Percekcokan dalam rumah sering terjadi pada pelaku Bullying.
6. Tontonan dengan konten kekerasan di media sosial atau games dapat memicu keinginan dan dorongan untuk melakukan kekerasan juga.
Tujuan Seseorang Melakukan Bullying:
- Ingin menunjukkan mereka tangguh, hebat
- Mencoba membuat orang lain menyukai mereka
- Berusaha menutupi ketakutan, kekhawatiran mereka
- Meniru pelaku Bullying yang lain
-Mereka tidak bahagia
- Mereka tidak nyaman dengan hidup mereka
Penanganan Bullying
1. Untuk Korban
- Lakukan segera pendampingan psikologis, bawa ke profesional kesehatan jiwa untuk mendapatkan terapi dan penanganan lebih lanjut.
- Berikan perhatian yang memberikan rasa aman dan nyaman di rumah, sekolah, kampus atau tempat kerja.
- Jadilah teman bagi mereka yang mendapatkan perlakukan tidak baik, sekedar mengajak berbincang, makan bersama, perhatian terhadap kehidupannya dan selalu berempati.
2. Untuk Pelaku
- Berikan konsekuensi yang tegas dan terukur untuk menunjukkan bahwa perilaku tersebut sangat tidak baik dan tidak sesuai dengan norma, nilai dan sistem yang berlaku.
- Cari tahu penyebab pelaku melakukan Bullying dan mencari solusi yang tepat.
- Konsultasikan ke profesional kesehatan jiwa apabila ada kesulitan regulasi emosi atau masalah kejiwaan lainnya. Gangguan depresi, psikotik, bipolar dan gangguan kepribadian dapat berujung pada perilaku kekerasan dan ini dapat ditangani.
3. Untuk sistem atau lingkungan
Setiap ada kasus Bullying yang terjadi maka harus segera dilakukan modifikasi system atau lingkungan di tempat tersebut.
Hal- hal yang dapat dilakukan:
- Guru atau dosen lebih mempehatikan risiko risiko Bullying yang dapat terjadi dan melalukan deteksi dini.
- Memasang CCTV yang memungkinkan setiap area terawasi.
- Menciptakan sistem yang membuat Bullying bisa terhindari, terciptanya lingkungan yang bebas dari Bullying.
- Menyelenggarakan kegiatan kegiatan positif agar anak anak dapat berinteraksi dengan sehat, akrab dan kompak.
4. Untuk Orang Tua:
- Memberikan perhatian terhadap perubahan sikap, perilaku dan emosi anak agar lebih cepat mendeteksi apabila ada Bullying yang terjadi.
- Mengawasi penggunaan media social atau internet terutama konten yang bernuansa kekerasan.
- Menjadi sahabat bagi anak dan memberikan pola asuh yang terbaik untuk anak di masa kini.
Referensi:
Analitis, F., Klein Velderman, M., Ravens-Sieberer, U., Detmar, S., Erhart, M., Herdman, M., … & the European Kidscreen Group (2009). Being bullied: Associated factors in children and adolescents 8 to 18 years in 11 European countries. Pediatrics, 123, 569–577.
Ball, H., Arseneault, L., Taylor, A., Maughan, B., Caspi, A., & Moffitt, T.E. (2008). Genetic and environmental influences on victims, bullies and bully-victims in childhood. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 49, 104–112.
Baldwin, J.R., Arseneault, L., Odgers, C., Belsky, D.W., Matthews, T., Ambler, A., … & Danese, A. (2016). Childhood bullying victimization predicts overweight in young adulthood: A cohort study. Psychosomatic Medicine, 78, 1094–1103.
Salam SEJI-GO
(Sehat Jiwa Bersama Lahargo)
dr. Lahargo Kembaren, SpKJ
Psikiater
Pusat Kesehatan Jiwa Nasional (PKJN)
RS. Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor