April 16, 2021
loading

TUBERKULOSIS : KENALI GEJALANYA DAN OBATI HINGGA TUNTAS

Posted by    admin

 

Tuberkulosis atau sering disebut TB, merupakan penyakit menular yang sudah lama ada di Indonesia. Sejarah mencatat, penyakit ini sudah ada di Indonesia sejak abad ke 8. Bahkan pahlawan nasional kita, Pangeran Diponegoro, meninggal disebabkan oleh penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah global hingga sekarang. Sebagai penyakit menular, TB merupakan pembunuh yang paling mematikan di dunia. Setiap hari, lebih dari 4.000 orang kehilangan nyawa karena TB dan hampir 30.000 orang jatuh sakit disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan ini. Pada tahun 2019, WHO menyatakan masih 10 juta orang sakit TB, dan 1,2 juta meninggal karena TB dan ditambah 251 ribu meninggal dengan HIV positif.

Indonesia termasuk delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TB di seluruh dunia, Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 845.000 dengan kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam.

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis. Sedangkan bila bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 – 1.000.000 M.tuberculosis.Dosis yang diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. Kasus yang paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan dahak/sputum positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak/sputum negatif bersifat tidak terlalu infeksius. Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru. Individu dengan TB laten tidak bersifat infeksius, karena bakteri yang menginfeksi mereka tidak bereplikasi dan tidak dapat melakukan transmisi ke organisme lain.

Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :

1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.

2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.

3. Perokok

4. Konsumsi alkohol tinggi

5. Anak usia <5 tahun dan lansia

6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.

7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)

8. Petugas kesehatan

Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama. Cahaya matahari langsung dapat membunuh M.tuberculosisdengan cepat, namun bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak dekat dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko penularan. Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang menjadi penyakit TB aktif bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi. Kelompok denganrisiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.

Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50-60% orang dengan HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif. Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami penekanan seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam jangka panjang.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.

Tuberkulosis sangat sulit didiagnosis pada anak-anak. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai berikut:

a. Batuk ≥ 2 minggu

b. Demam ≥ 2 minggu

c. BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya

d. Lesu atau malaise ≥ 2 minggu

e. Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat.

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakitTB. Tahapan tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:

1) Paparan

Peluang peningkatan paparan terkait dengan:

•   Jumlah kasus menular di masyarakat.

•   Peluang kontak dengan kasus menular.

•   Tingkat daya tular dahak sumber penularan.

•   Intensitas batuk sumber penularan.

•   Kedekatan kontak dengan sumber penularan.

•   Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.

2) Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh manusia.

Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi.

3) Faktor Risiko

Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:

•   Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup

•   Lamanya waktu sejak terinfeksi

•   Usia seseorang yang terinfeksi

•   Tingkat daya tahan tubuh/imun seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).

•   Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

4) Meninggal dunia

Faktor risiko kematian karena TB:

•   Akibat dari keterlambatan diagnosis

•   Pengobatan tidak adekuat.

•   Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.

•   Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Pada orang dengan HIV AIDS (ODHA), 25% kematian disebabkan oleh TB.

TB adalah penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Penyakit TB yang aktif dan sensitif terhadap obat, diobati dengan 4 obat antimikroba standar selama minimal 6 bulan, serta diberikan informasi dan dukungan kepada pasien oleh petugas kesehatan atau sukarelawan terlatih. Tanpa dukungan tersebut, kepatuhan pengobatan menjadi lebih sulit.

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

b.       Diberikan dalam dosis yang tepat

c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tujuan pengobatan TB adalah :

a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien

b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

c. Mencegah kekambuhan TB

d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

b. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Obat anti-TB telah digunakan selama beberapa dekade dan jenisM.tuberculosis yang resisten terhadap satu atau lebih obat telah ditemukan di banyak negara yang disurvei. Resistensi obat muncul ketika obat anti-TB digunakan secara tidak tepat, jenis dan dosis obat yang kurang tepat, obat berkualitas kurang baik, dan pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya.

Tinggi rendahnya keberhasilan pengobatan atau Treatment Success Rate (TSR) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1.   Faktor pasien: pasien tidak patuh minum obat anti TB, pasien pindah fasilitas pelayanan kesehatan (tanpa informasi hasil pengobatan ke fasyankes awal) dan kasus TB resistan obat

2.   Faktor pengawas menelan obat (PMO): PMO tidak ada, PMO ada tapi kurang memantau

3. Faktor obat: suplai obat terganggu sehingga pasien menunda atau tidak meneruskan pengobatan dan kualitas obat menurun karena penyimpanan tidak sesuai standar.

Jadi, jika Anda atau keluarga Anda mengalami memiliki faktor resiko dan gejala-gejala mengarah ke TB, segera periksakan diri Anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, mungkin Anda menderita penyakit TB. Segera obati secara teratur hingga tuntas, untuk mencegah penularan dan kemungkinan resistensi obat, serta mengurangi resiko perburukan. Mari bersama kita stop TB!


Oleh : dr. Ervina Luki Damayanti
Dokter Umum di RSJ Dr. Marzoeki Mahdi Bogor

 

  • Share to :