Posted by admin
Sungguh sangat menyedihkan menyaksikan begitu banyak nyawa yang harus melayang dalam sebuah pertandingan olahraga sepak bola yang baru-baru ini terjadi di Indonesia. Setelah waktu yang kosong begitu panjang selama pandemi, memang akhirnya pertandingan olahraga seperti sepak bola dapat kembali ditonton secara langsung. Kekosongan selama pandemi digantikan dengan riuh pikuk keramaian yang selama ini hilang. Sayangnya transisi ini terjadi berlebihan dan menimbukan konsekuensi negatif tanpa tindakan preventif untuk meredam sebuah fanatisme yang berujung pada kekerasan.
Menjadi fans/penggemar dari sebuah klub olahraga adalah sebuah aktivitas psikologis. Hal itu terlihat dari beberapa hal berikut ini :
Team Identification adalah saat seorang fans benar-benar mendalam mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari klub yang didukungnya. Hal ini sama ketika seseorang mengidentifikasikan bangsanya, sukunya, agamanya, dll. Identifikasi tim ini menggambarkan seberapa jauh seseorang merelevansikan dirinya dengan klub, pemain-pemainnya, pertunjukan tim dan bahkan sikap para pemain dan fans lainnya. Proses psikologis mendalam sebuah identifikasi ini yang berujung pada fanatisme yang berlebihan, ada harga diri yang disematkan di sana sehingga apapun yang terjadi pada timnya akan memengaruhi harga dirinya, pikiran, emosi dan perilakunya. Apabila ada hasil yg buruk diraih oleh timnya atau ada situasi tim yang tidak baik maka itu dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap harga dirinya.
Ancaman terhadap harga diri ini yang akan memicu suatu mekanisme alami primitif yang disebut fight or flight. Mekanisme ini ditandai dengan berbagai proses biologis dan psikologis dalam tubuh, antara lain:
Kondisi fight or flight ini jika tidak diregulasi dengan baik akan menimbulkan konsekuensi negatif seperti perilaku kekerasan yang termanifestasi dalam :
Hal tersebut bisa memicu tindakan reaktif dari pihak lain yang berujung pada keadaan yang tidak dapat dikendalikan seperti kejadian memilukan yang kita saksikan beberapa waktu lalu.
Tips Meredam Fanatisme Berlebihan
Persiapan, pengamanan dan pengawasan pertandingan yang humanis perlu terus menerus dikedepankan agar menonton sebuah pertandingan bisa menjadi bagian sehat bagi mental kita.
Turut berduka untuk kejadian di Stadion Kanjuruhan, tetap semangat membangun kompetisi hebat di negeri tercinta.
Salam SEJI-GO
(Sehat Jiwa Bersama Lahargo)
dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ
Psikiater, Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS.Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Referensi :
Fisher, R.J. & Wakefield, K. (1998). Factors leading to group identification: A field study of winners and losers. Psychology & Marketing, 15, 23-40.
Hirt, E.R., Zillmann, D., Erickson, G.A., & Kennedy, C. (1992). Costs and benefits of allegiance: Changes in fans’ selfascribed competencies after team victory versus defeat. Journal of Personality and Social Psychology, 63, 724-738.
Lindstrom, W.A., & Lease, A.M. (2005). The role of athlete as contributor to peer status in school-age and adolescent females in the United States: From pre-title IX to 2000 and beyond. Social Psychology of Education, 8, 223-244.
Wann, D.L. (2006). Examining the potential causal relationship between sport team identification and psychological wellbeing. Journal of Sport Behavior, 29, 79-95.
Wann, D.L., & Grieve, F.G. (2005). Biased Evaluations of In-Group and Out-Group Spectator Behavior at Sporting Events: The Importance of Team Identification and Threats to Social Identity. Journal of Social Psychology, 145, 531-545.